Buku ini mengisahkan tentang seorang perempuan dari desa bernama Pilar yang telah lama sekali tidak bertemu dengan teman masa kecil yang ia cintai (aku lupa namanya atau malah tidak disebutkan di novelnya karna menggunakan kata ganti orang). Pilar merasa bahwa ia masih terjebak dalam masa lalunya, masa dimana ia masih kanak-kanan yang tidak mengetahui dunia luar, hingga suatu hari perasaan itu muncul kembali ketika temannya datang mengundangnya ke suatu acara dan Pilar pun terkejut karna melihat sang teman berubah menjadi seseorang yang berkata-kata bijak dan sangat religius.
Latar dari cerita ini adalah di Eropa saat musim dingin. Penggambaran keadaannya pun cukup bagus sehingga pembaca bisa membayangkan dibantu dengan penjelasan si penulis mengenai suasana pada waktu itu. Namun pada awal cerita terasa membosankan karna membahas kebingungan Pilar atas sikap temannya yang tidak mau mengungkapkan apa yang sebenarnya terjadi. Tapi semakin kebelakang semakin jelas, kita harus bersabar dalam membacanya.
Teman Pilar ini adalah seorang religius yang mengangkat sisi feminim dari Tuhan melalui sosok Bunda maria. Sisi feminim yang dimaksud disini adalah tentang penggambaran cinta. Bahwa cinta sesungguhnya merupakan ceriminan dari spritualitas, cinta adalah penyerahan diri. Banyak orang beranggapan bahwa Tuhan memiliki sosok yang maskulin tapi sesungguhnya Ia juga memiliki sosok yang feminim. Digambarkan sosok teman Pilar ini adalah penganut Karismatik juga katolik yang mengakui Bunda Ilahi. Bahasa Roh merupakan karunia dari Tuhan.
Namun pada akhir cerita terdapat konflik antara Pilar dan teman nya yaitu tentang keputusan besar teman Pilar untuk melepaskan semua miliknya yang berharga di dunia hanya untuk Bunda Ilahi. Ia ingin mengabarkan keangungan dan ajaran-ajaran Ilahi seutuhnya. Dan akhirnya Pilar pun membujuk untuk mau ikut bersama dia, karna berkat dia Pilar mengenal Imannya namun pada akhirnya keputusan teman Pilarpun sudah bulat. Pilar pun sedih dan meratapi kesedihannya sampai hampir mati namun ditemukan oleh penjaga gereja dan ditolong. Kemudia oleh seorang perempuan di gereja tersebut disuruhlah untuk menulis disebuah kertas segala hal yang membuat hati nya sesak dan membuang kertas itu di sungai Piedra sebab ada kepercayaan bahwa apapun yang jatuh ke sungai itu akan berubah menjadi batu dan akan tinggal di dasar sungi. Itulah yang diinginkan Pilar, ia ingin segala sakit hatinya hilang dari hatinya dan mengendap bagaikan batu di dasar sungai Piedra.
Namun suatu ketika temannya kembali dan menemukan Pilar. Ia sudah mencari-cari kemanapun Pilar berada namun sudah terlambat, Pilar sudah sakit hati atas penolakan dari temannya itu. Tapi pada akhirnya temannya itu memilih Pilar dan mengajaknya untuk bersama.
Dari cerita ini yang paling membuat Pilar sedih adalah ketika beberapa hari Pilar bersama temannya yang memang dicintainya sejak kecil mereka melakukan hal yang sangat memorable. Meskipun keduanya sudah saling cinta namun belum mengungkapkan satu sama lain. Hingga suatu ketika keduanya mengungkapkan perasaan masing-masing, hari berikutnya teman Pilar malah merusak kesenangan itu untuk memilih keputusan yang lain yaitu ingin ikut Bunda Ilahi.
Pada intinya untuk sebuah pelayanan tidak serta merta harus melakukan selalu melakukan pelayanan melalui hal yang rohani seperti melayani digereja, menyebarkan injil ke rumah-rumah dan hal semacamnya. Melalui kau melayani sesama saja bila kau melakukannya untuk Tuhan itu sudah termasuk bentuk pelayanan untuk menyenangkan hati Tuhan.
Quote :
Halaman 180
"Lihatlah meja ini." ujarnya. "Orang Jepang menyebutnya shibumi, kesempurnaan sejati dari hal-hal sederhana. Tapi manusia malah menjejali rekening bank mereka dengan uang dan bepergian ke tempat-tempat mahal agar merasa diri mereka berpengalaman."
"Aku mempelajarinya di seminari. Semakin dekat kita kepada Tuhan lewat iman kita, maka semakin sederhana pula Tuhan itu. Semakin sederhana Tuhan, maka semakin besar keberadaan-Nya."
Rating dari ku untuk buku ini adalah 3/5
Quote :
Halaman 180
"Lihatlah meja ini." ujarnya. "Orang Jepang menyebutnya shibumi, kesempurnaan sejati dari hal-hal sederhana. Tapi manusia malah menjejali rekening bank mereka dengan uang dan bepergian ke tempat-tempat mahal agar merasa diri mereka berpengalaman."
"Aku mempelajarinya di seminari. Semakin dekat kita kepada Tuhan lewat iman kita, maka semakin sederhana pula Tuhan itu. Semakin sederhana Tuhan, maka semakin besar keberadaan-Nya."
Rating dari ku untuk buku ini adalah 3/5
Tidak ada komentar:
Posting Komentar